NilaiKu.id – Pupuk subsidi langka, sementara pupuk non subsidi terbilang mahal bagi para petani kecil yang ada di berbagai wilayah di Indonesia. Sebuah ironi yang terjadi di negara agraris, petani tidak leluasa mendapatkan pupuk untuk menyuburkan tanamannya.
Harusnya petani dapat membeli pupuk non subsidi, tapi hal ini bukan cara yang murah karena harga pupuk non subsidi di beberapa daerah malah melambung tinggi sampai 400% dari harga pupuk bersubsidi.
Tetapi petani tetaplah petani yang ingin tetap bisa bercocok tanam, beberapa petani terpaksa membeli pupuk non subsidi meskipun saat ini harganya mahal seperti yang terjadi pada para petani di daerah Pamekasan, Jawa Timur.
Namun mahalnya harga pupuk non subsidi tak sepebuhnya menjadi ganjalan bagi para pelaku usaha tani. Kabar baiknya, ada alternatif yang bisa dipilih sebagai jalan keluar yakni dengan pembuatan pupuk cair, pupuk ini bisa diproduksi sendiri oleh para petani dengan menggunakan bahan-bahan organik yang tersedia di lingkungan masing-masing.
“Hari ini ada program pelatihan pembuatan pupuk cair, program dana desa dan diikuti oleh sekitar 30 peserta dari beberapa kelompok tani yang ada di Kinali dengan harapan mutu pupuk cair buatan petani itu bisa terjaga, jangan sampai hari ini bagus, tapi besok lusa standard-nya turun,” kata Rida Warsa, Sahabat NilaiKu Pasaman Barat kepada NilaiKu.id (25/10).
Rida menuturkan, secara teori dan praktek pembuatan pupuk cair organik para petani di wilayah Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumbar telah menguasainya, namun untuk menjaga standard pupuk yang bagus maka dilakukan program pelatihan lanjutan agar para petani bisa memproduksi pupuk cair dengan kualitas bagus.
“Sehingga, pupuk-pupuk dari para produsen (petani) tersebut dapat didistribusikan ke petani lainnya dan bisa mencukupi secara periodik dengan kadar mutu yang bagus,” kata fasilitator yang masih disibukan dengan aktivitas kemanusiaan kondisi pasca gempa Pasaman Barat beberapa waktu lalu.
SOP pembuatan pupuk yang baku menjadi target pelatihan kali ini, dengan harapan pupuk cair tersebut bisa dikemas dan diajukan ke laboratorium.
“Jadi dari sni kita harapkan mereka dapat SOP-nya, sehingga nanti produk mereka bisa dengan mutu yang sama, dia buat sekarang, minggu depan, bulan depan mutunya sama,” tegas Rida, “Dan nanti kita ujikan ke Lab,” sambung dia.
Setelah diuji laboratorium diharapkan para petani bisa jadi produsen pupuk dan produknya bisa kembali dibeli tahun depan oleh dana desa kembali.
“Jadi produk mereka dibeli dana desa untuk dibagikan ke petani-petani yang lain, sehingga nanti konsepnya dari dana desa itu bisa multiefek, ada manfaat bagi petani produsen pupuk organik ada juga manfaat bagi petani yang dapat bantuan pupuk organik itu, desa juga nantinya bisa membiayai produk percontohan-percontohan di tempat yang diberikan bantuan pupuk organik,” terang Rida.
Masih menurut Rida Warsa, dengan demikian para petani bisa menyadari bahwa ternyata bantuan pupuk organik cair ini ternyata bermanfaat, memilik dampak yang baik juga untuk pertumbuhan sebagai alternatif dari berkurangnya pupuk subsidi.
“Sekarang pupuk subsidi kan banyak dikurangi ,nih! jadi itu kita bisa buktikan targetnya ke depan cukup satu atau dua siklus yang akan dibantu oleh dana desa, selanjutnya para petani itu sudah bisa belajar langsung,” terang Rida.
Setiap tanaman punya kapasitasnya tersendiri dalam menyerap nutrisi sebagai makanannya. Menurut teori, tanaman hanya sanggup menyerap unsur hara yang tersedia dalam tanah tidak lebih dari 2% per hari.
Oleh karena itu, perlu pemberian pupuk pada tanaman agar pertumbuhannya baik dan produktivitas tanaman sesuai dengan yang diharapkan, maka pelaku usaha tani mensiasatinya dengan pemberian pupuk organik cair agar nutrisi mudah diserap tanaman.
(Bersambung)