Ketika Pembeli Bilang Mahal, Bagaimana?

NilaiKu.id- Ketika ada pembeli bilang mahal, tapi Anda sebagai produsen sekaligus penjual malah mengitung biaya kain flanel, pita, dan lem tembak, ini wajar! Tapi bagaimana menyiasatinya?

Ada saat momen menyebalkan bukan? Tapi lumrah dalam dunia usaha kecil. Misalnya, seseorang melihat produk buatan tangan kita contoh gantungan kunci flanel lucu, buket kado, atau hiasan dinding dari kain perca, lalu berkata,

“Bagus sih… tapi harganya kok mahal, ya?” Seperti halnya postingan Cucu Mabruroh Sahabat NilaiKu Sukabumi, pada percakapan WAG Sahabat NilaiKu (03/7).

Refleks pertama kita mungkin langsung defensif. Ingin rasanya buka catatan pembukuan dan bilang, “Bu, kain flanelnya 12 ribu, pita 5 ribu, lem tembak 3 ribu, belum listrik, tenaga, riset desain, dan capek mata begadang!” Tapi mari kita tarik napas dulu. Karena kadang, cara kita menjual tidak sekuat usaha kita membuat.

Sahabat NilaiKu Sukabumi pada saat menggunakan NilaiKu versi awal, sekarang ada kejutan! Tunggu ya updatenya!

Pembeli Tak Selalu Paham Biaya dan Itu Wajar.

Bagi kita, detail bahan sangat penting. Tapi bagi pembeli, mereka membeli nilai, bukan daftar komponen. Mereka melihat hasil akhir, bukan perjuangan. Maka bukan tugas mereka untuk menghargai semua biaya, tugas itulah milik kita.

Alih-alih menunjukkan rincian biaya bahan, lebih bijak jika kita menjelaskan manfaat: “Ini handmade, Bu, jadi tiap bunga dibentuk satu-satu, makanya tahan lama dan bisa jadi kenang-kenangan unik.” Ubah angka menjadi cerita.

Jual Emosi, Bukan Sekadar Produk
Misalnya Anda membuat buket flanel. Jangan hanya bilang, “Ini isinya delapan bunga dari flanel Jepang.” Coba: “Ini cocok untuk kado sahabat. Warna kuningnya simbol persahabatan, dan bisa disimpan bertahun-tahun tanpa layu.” Pembeli lebih mudah menerima harga ketika mereka merasa membeli makna.

Berhenti Menghitung Seperti Penjual, Mulailah Menawarkan Seperti Brand
Saat Anda sibuk menghitung harga lem per mililiter, Anda sedang berpikir sebagai tukang. Tapi saat Anda menjelaskan fungsi, emosi, daya tahan, dan eksklusivitas, Anda sedang membangun brand.

Harga bukan hanya soal bahan, tapi persepsi. Apple tak dijual berdasarkan harga komponen—mereka menjual pengalaman, kebanggaan, dan gaya hidup.

Siapkan Dua Versi Produk
Jika memang sering kena label “mahal”, siasati dengan dua versi produk berupa Versi ekonomis: tetap cantik tapi lebih sederhana, untuk masuk pasar yang sensitif harga. Dan satu lagi Versi premium: lengkap dan detail, untuk mereka yang mau bayar lebih untuk kualitas dan keunikan. Dengan begitu, Anda bisa mengatakan, “Ada pilihan yang lebih simpel juga, Bu, tapi kalau mau yang lebih awet dan eksklusif, ini yang terbaik.”

Tingkatkan Presentasi dan Cerita Visual
Kemasan yang cantik, foto yang profesional, serta caption yang menyentuh bisa menaikkan persepsi nilai. Kadang masalahnya bukan pada harga, tapi penampilan produk tak sebanding dengan harga yang diminta.

Kalau jualan masih pakai foto buram di atas karpet, coba ganti dengan latar bersih, pencahayaan natural, dan sedikit sentuhan estetika. Jangan lupa—orang membeli dengan mata dulu, baru dengan dompet.

Nah! Ketika pembeli bilang “mahal” seperti yang dialami Teh Cucu, pengrajin bunga artificial dari Sukabumi ini, jangan buru-buru tersinggung atau menjelaskan panjang soal harga kain flanel. Alih-alih menjawab dengan angka, jawab dengan rasa. Ubah cara pandang dari “menghitung modal” menjadi “membangun nilai”. Karena dalam bisnis, harga yang pantas itu bukan yang murah, tapi yang layak dihargai. Bagaimana, Anda punya pengalaman serupa?

Antisipasi Dampak Curah Hujan Tinggi di Samarang, Garut, Jawa Barat

NilaiKu.id – Kecamatan Samarang di Kabupaten Garut, Jawa Barat, termasuk wilayah yang rentan terdampak curah hujan tinggi, seperti banjir dan tanah longsor. Sebuah foto yang dibagikan pengguna NilaiKu, terlihat koordinat GPS (Lat -7.225274° Long 107.842624°), daerah seperti Cintaasih perlu ini mendapat perhatian khusus.

Daerah ini secara geografis terletak di kawasan yang berpotensi menerima curah hujan tinggi, mengingat letaknya di wilayah Jawa Barat yang dikenal dengan iklim tropis basah.

“Maaf jika slow respon, masih kerja bakti membetulkan irigasi,” kata Warsito, Sahabat NilaiKu Garut (30/6) pada percakapan WhatsAPP Grup Sahabat Nilaiku.

Warga bergotong-royong membenahi irigasi

Ia berkabar, bahwa Masyarakat setempat sedang bekerja sama mengantisipasi curah hujan tinggi di lokasi yang rawan bencana dengan membersihkan saluran air dan memperkuat drainase untuk mencegah genangan air yang berpotensi menyebabkan banjir.

Dengan kesiapan dan kolaborasi antara warga dan instansi terkait, dampak buruk curah hujan tinggi di Kecamatan Samarang diharapkan dapat dikendalikan. Kewaspadaan dan langkah preventif menjadi kunci utama menjaga keselamatan dan kelestarian lingkungan.

Kondisi topografi Kecamatan Samarang yang berbukit-bukit dengan kemiringan lereng tertentu mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap erosi dan aliran permukaan saat hujan deras terjadi. Selain itu, penghijauan dan penanaman pohon di area lereng dapat mengurangi risiko longsor dengan menstabilkan tanah.

Edukasi tentang tanda-tanda alam, seperti retakan tanah atau aliran air yang tidak biasa, juga penting agar warga dapat mengambil tindakan dini. Pemerintah setempat perlu menyiapkan tempat evakuasi dan sistem peringatan dini berbasis teknologi untuk meminimalisir korban jiwa dan kerugian materiil.

Cara Sederhana Menghitung Harga Pokok Produksi (HPP)

NilaiKu.id – Muhammad Idkon, Jumat (13/06) membagikan sebuah carousel di grup WA Sahabat NilaiKu tentang bagaimana menghitung HPP. “Masih bingung nentuin harga jual produk? Kunci utamanya ada di HPP (Harga Pokok Produksi)! Banyak pelaku UMKM yang asal pasang harga, padahal bisa bikin rugi tanpa sadar. Lewat konten ini, kamu bisa belajar cara sederhana menghitung HPP, bahkan kalau usahamu masih rumahan.Dengan tahu HPP, kamu bisa: Menentukan harga jual yang adil, Menjaga keuntungan tetap aman dan Menghindari kebangkrutan diam-diam,” demikian narasi yang Idkon bagikan dari sebuah akun UMKM.

Berdasarkan penelusuran Nilaiku, terkadang pelaku UMKM yang mengalami kerugian itu bukan karena produknya tidak laku, tapi karena tidak tahu cara menghitung HPP (Harga Pokok Produksi) dengan benar. Padahal, HPP adalah dasar penting dalam menentukan harga jual. Bila salah hitung, usaha bisa tampak untung di kas, padahal sebenarnya buntung.

HPP atau Harga Pokok Produksi adalah total semua biaya yang dikeluarkan untuk membuat satu produk atau jasa sampai siap dijual. Dalam bisnis skala UMKM, HPP mencakup beberapa jenis biaya utama. Pertama, biaya bahan baku atau bahan langsung, seperti tepung, gula, telur, mentega, kain, atau bahan mentah lain tergantung jenis usaha. Kedua, biaya tenaga kerja langsung, yaitu upah atau honor bagi pekerja yang terlibat langsung dalam proses produksi.

Selain dua komponen utama itu, ada juga biaya overhead atau biaya tidak langsung. Ini termasuk listrik, air, sewa tempat, gas, alat produksi, dan penyusutan peralatan. Tidak kalah penting, ada biaya tersembunyi yang sering dilupakan. Misalnya, ongkos transportasi saat mengambil bahan, kemasan, produk cacat yang tidak bisa dijual, waktu Anda sendiri sebagai pemilik yang bekerja di produksi, hingga biaya promosi awal seperti memberi tester atau diskon.

Agar lebih mudah dipahami, mari kita ambil contoh usaha bolu kukus. Dalam satu hari, Anda membuat 100 bolu. Total bahan baku habis Rp165.000. Tenaga kerja dibayar Rp75.000 per hari. Overhead seperti listrik, gas, kemasan, dan sewa tempat mencapai Rp60.000. Lalu, biaya tersembunyi seperti ongkos kirim bahan Rp10.000 dan kerugian 5 bolu yang gagal dijual senilai Rp8.250. Total biaya seluruhnya adalah Rp318.250. Jika dibagi 100 bolu, maka HPP per bolu adalah Rp3.182,5. Untuk memudahkan, bisa dibulatkan menjadi Rp3.200.

Setelah mengetahui HPP, Anda bisa menentukan harga jual. Idealnya, harga jual memberi keuntungan minimal 30–50 persen dari HPP. Jika HPP bolu Anda Rp3.200, maka harga jual bisa diatur di kisaran Rp4.500 agar tetap bersaing dan memberi keuntungan sekitar Rp1.300 per bolu. Dari sinilah keuntungan usaha terbentuk secara riil dan bisa diukur.

Untuk menjaga agar usaha tetap untung, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan. Catat semua pengeluaran sekecil apa pun, termasuk air galon atau plastik pembungkus. Pisahkan keuangan usaha dan pribadi, jangan campur aduk agar bisa menganalisis keuangan dengan jernih. Jangan lupa menghitung penyusutan alat seperti oven, mixer, atau kompor.

Waktu Anda sendiri yang digunakan untuk produksi pun patut dihitung sebagai biaya, agar Anda tahu berapa nilai kerja Anda. Harga jual juga harus realistis, jangan asal murah untuk bersaing, tapi pastikan masih ada keuntungan yang masuk akal. Dan yang tak kalah penting, lakukan evaluasi HPP secara berkala. Harga bahan naik atau strategi bisnis berubah? Perbarui HPP-nya.

Kesimpulannya, HPP bukan sekadar angka, ia adalah penentu nasib usaha Anda. Dengan perhitungan yang tepat, produk yang dijual tidak hanya laris, tapi juga memberi keuntungan nyata. UMKM bisa tumbuh sehat, bukan hanya kelihatan ramai tapi ternyata rugi diam-diam. Jadi, mulai sekarang, jangan asal pasang harga. Hitung HPP dengan cermat, agar usaha Anda benar-benar untung. Dan pakai terus NilaiKu alat promosi produk keluarga!


Cuap-Cuap Emak-Emak: Bank Sampah, dari Masalah Jadi Cuan!

NilaiKu.id – “Sebagai emak-emak yang sehari-hari berjibaku dengan urusan rumah, saya sangat paham betapa sampah itu bisa jadi masalah besar. Tapi di sisi lain, kalau dikelola dengan benar, sampah juga bisa jadi berkah. Yup, sampah bisa jadi uang!,” kata Lusi Intansari Sahabat NilaiKu Pasaman Barat di WhatsApp Grup Sahabat NilaiKu.

Hari gini, siapa sih yang nggak butuh tambahan pemasukan? Kalau ada cara untuk dapat duit dari sampah, kira-kira masih mau nyampah sembarangan nggak? Nah, inilah yang ingin dsampaikan Lusi dalam cuap-cuap santai itu, terutama buat generasi muda, adik-adik PMR tercinta, di Pasaman Barat, tentang Bank Sampah.

Bank Sampah adalah sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat di mana sampah dipilah, ditabung, dan kemudian bisa ditukar dengan uang atau barang kebutuhan. Sama seperti nabung di bank beneran, tapi isinya bukan uang, melainkan sampah yang masih punya nilai jual, seperti botol plastik, kertas bekas, dan kaleng.

Lusi menyampaikan materi

Di sinilah peran Bank Sampah PMI Peduli Bumi hadir untuk mengedukasi dan membina kesadaran sejak dini. Lewat kegiatan sosialisasi kepada adik-adik Palang Merah Remaja (PMR), ” kami ingin mengajak mereka untuk mulai bergerak, beraksi, dan tentu saja—bermanfaat,” kata Lusi

Kenapa Harus Anak Muda? Karena masa depan bumi ini ada di tangan mereka. “Biar nggak cuma main di kandang melulu, adik-adik kita diajak main sambil belajar. Belajar memilah, mengelola, bahkan menjual sampah yang selama ini dianggap remeh. Lewat kegiatan ini, mereka juga dilatih untuk peduli lingkungan, bertanggung jawab, dan mandiri secara finansial,” jelas Lusi.

Sampah bukan akhir, tapi awal dan kita semua bisa mulai dari hal kecil—memilah sampah di rumah. Edukasi ke anak-anak, ajak tetangga, buat komunitas kecil. Siapa tahu, dari situ bisa berkembang jadi gerakan besar yang berdampak luas. Sampah bukan akhir dari segalanya. Dengan pengelolaan yang tepat, justru bisa jadi awal dari perubahan baik untuk lingkungan, ekonomi, maupun masa depan anak cucu kita,.

5 Tips Bijak Kelola Sampah Sehari-hari
1. Pilah Sampah dari Sumbernya
Pisahkan sampah organik (sisa makanan, daun) dan anorganik (plastik, kertas, logam) sejak dari rumah.

2. Manfaatkan Sampah Organik
Sampah dapur bisa dijadikan kompos untuk pupuk tanaman di rumah. Hemat dan ramah lingkungan!

3. Kumpulkan Sampah Anorganik Bernilai
Simpan plastik, botol, dan kardus dalam kondisi bersih untuk disetor ke Bank Sampah.

4. Kurangi Pemakaian Sekali Pakai
Gunakan tas belanja kain, botol minum isi ulang, dan wadah makanan tahan pakai. Kurangi plastik, bumi pun lega!

5. Edukasi Keluarga & Tetangga
Ajak orang sekitar untuk ikut memilah dan mengelola sampah. Semakin banyak yang sadar, semakin besar dampaknya.

Ingat! Bijak kelola sampah sama dengan peduli lingkungan dan tambah pemasukan!

Jangan Jual Produk yang Kamu Bisa Bikin, Tapi Jual Produk yang Orang Mau Beli

NilaiKu.id – Di dunia bisnis, terutama bisnis rumahan, banyak orang memulai usaha dari keterampilan pribadi. Tidak salah, mereka berpikir, “Aku bisa bikin ini, kenapa nggak dijual aja?” Tapi ada satu prinsip penting yang sering dilupakan dalam berbisnis yakni: “Jangan jual produk yang kamu bisa kita bikin, tapi jual produk yang orang mau beli.” Kenapa? Karena produk bagus meski dinginkan belum tentu dibutuhkan.

Bayangkan, bila kita jago bikin sabun cuci piring handmade wangi lavender, produk kita cantik alami dan jarang ada di pasaran. Karena hal tersebut tentu saja kita pasti bangga dengan produk kita. Tapi kalau pasar sekitar kita justru lebih mencari sabun cuci piring murah dan tahan lama, sabun buatan kita bisa saja tidak laku meski lebih bagus.

Dan ternta, bisnis bukan soal kemampuan semata, tapi soal kebutuhan pasar. Untuk itu, para ahli bisnis menyarankan untuk merubah pola pikir dengan menjadikan konsumen sebagai titik awal dari bisnis kita. Alih-alih memulai dari “aku bisa bikin apa,” kita harus memulaina dari pertanyaan berikut ini:

Mahani menjawab kebutuhan teman makan cepat dengan rasa pedas

Apa yang sedang dibutuhkan orang, masalah apa yang sering mereka hadapi, produk seperti apa yang sering dicari tapi sulit ditemukan?” Nah! dari sini, kita bisa menyesuaikan ide produkmu dengan permintaan nyata, sebab bisnis itu tentang solusi, bukan hanya ekspresi diri.

Contoh Produk Rumahan yang Menjawab Kebutuhan dengan produk alasan laku
Ayam ungkep frozen Orang sibuk, butuh makanan cepat saji tapi tetap enak dan sehat
Daster adem kekinian Ibu rumah tangga cari baju nyaman tapi tetap gaya
Kopi susu literan Anak muda suka kopi, tapi ingin hemat dan bisa disimpan
Sabun cuci piring organik Keluarga muda makin sadar bahan kimia dan pilih produk ramah lingkungan.

Amati sekeliling kita, apa yang cepat habis di warung? Apa yang sering dikeluhkan tetangga? Gunakan media sosial untuk menjaring polling singkat di WhatsApp atau Instagram. Lalu, uji pasar kecil dulu dengan coba menjual produk ke teman dekat, lalu kumpulkan feedback dan kembangkan.

Lusi,Sahabat NilaiKu Pasbar menjawab kebutuhan kesehatan

Atau misalnya dengan cara menggabungkan skill dan kebutuhan. Jika Anda punya keahlian baking atau membuat roti dan tinggal di area perumahan sibuk, cobalag membuat roti atau kue untuk sarapan yang bisa jadi pilihan.

Produk rumahan bukan hanya tentang apa yang bisa kita bikin. Tapi tentang apakah produk kita bisa menyelesaikan masalah orang lain dan memenuhi kebutuhan mereka, atau menjawab keinginan pasar. Mulailah dari pasar, lalu sesuaikan kemampuan. Di situlah potensi bisnis besar bisa tumbuh dari rumah. Kalau kita sedang berpikir memulai bisnis rumahan, ambillah waktu sejenak untuk mendengarkan pasar dulu baru mulai produksi. Atau bila sudah menjalankan bisnis yang ada, tak ada salahnya mengambil peluang lain yang lebih menjanjikan! Ambil peluang pasarmu pakai NilaiKu! Download sekarang.

Tiongkok Ciptakan Padi Abadi: Revolusi Pertanian Masa Depan telah Dimulai

NilaiKu.id – Tiongkok atau China telah berhasil mengembangkan varietas padi abadi yang disebut PR23, yang menjadi tonggak penting dalam revolusi pertanian masa depan. Varietas ini merupakan hasil penelitian selama lebih dari dua dekade oleh para ilmuwan di Universitas Yunnan, Kunming. PR23 merupakan hasil persilangan antara padi semusim Oryza sativa dengan varietas padi liar menahun dari Afrika.

Di tengah tantangan krisis pangan global dan perubahan iklim, Tiongkok membawa harapan baru lewat terobosan revolusioner di dunia pertanian: padi abadi. Varietas baru ini, dikenal sebagai PR23, bukan hanya menjanjikan panen berkelanjutan, tetapi juga membuka jalan bagi sistem pertanian yang lebih hemat, ramah lingkungan, dan tangguh terhadap krisis.

ilustrasi: Varietas padi unggulan

Inovasi dari Laboratorium ke Lahan

Padi PR23 adalah hasil dari lebih dari 20 tahun penelitian oleh tim ilmuwan dari Universitas Yunnan, Kunming. Varietas ini merupakan hasil persilangan antara padi semusim (Oryza sativa) dengan padi liar menahun asal Afrika. Hasilnya? Sebuah tanaman yang hanya perlu ditanam sekali, namun bisa dipanen hingga delapan kali dalam empat tahun.

Keunggulan Padi PR23.

Panen Berulang Tanpa Tanam Ulang
PR23 mengubah cara bertani secara mendasar: petani tidak perlu menanam ulang setiap musim. Ini menghemat waktu, tenaga, dan sumber daya.

Produktivitas Tinggi. Dengan hasil sekitar 6,8 ton per hektar, PR23 menyamai produktivitas padi irigasi konvensional.

Hemat Biaya Produksi. Penggunaan padi abadi ini mampu mengurangi biaya tenaga kerja hingga 58% dan input pertanian hingga 49% dalam setiap siklus tumbuh kembali.

Rice “Inpari 23 Bantul” (A) and “Sigupai” (B)

Ramah Lingkungan.PR23 membantu memperbaiki kualitas tanah, mengurangi erosi, serta meningkatkan kadar karbon organik di dalam tanah, langkah signifikan menuju pertanian berkelanjutan.

Dampak Global yang Diharapkan. Lebih dari 44.000 petani di Tiongkok selatan telah mengadopsi PR23 di lahan seluas 15.000 hektar. Kini, varietas ini mulai diperkenalkan ke negara-negara di Asia Tenggara dan Afrika, sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan global.

Keberhasilan PR23 bukan sekadar inovasi teknis, tetapi juga simbol dari masa depan pertanian dunia; lebih efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Dalam menghadapi populasi yang terus bertambah dan lahan pertanian yang terbatas, padi abadi bisa menjadi jawaban yang telah lama ditunggu-tunggu, dan masa depan teknologi pertanian padi dimulai dari sini yang tercipta dari inovasi bagi ketahanan pangan global.

Dari 40 Kilogram Gabah jadi 25 Kilogram Beras Apakah Bagus?

NilaiKu.id – Bagi para petani, produktivitas padi biasanya dihitung dari banyaknya gabah yang dipanen. Namun, seberapa banyak beras yang dihasilkan dari gabah itu juga sangat penting, dan ini dikenal dengan istilah rendemen. Ada sebuah pertanyaan dari salah seorang petani di grup komunitas. Diketahui hasil 40 kg gabah menjadi 25 kg beras berarti rendemen (hasil bersih dari penggilingan gabah ke beras) sekitar: 25 kg / 40 kg = 62,5%

“Apakah ini produktivitas yang bagus?” Jawabannya: Ya, cukup bagus. Karena panduan umum rendemen penggilingan pad adah sebagai berikuti:

  1. < 55% → Rendah (bisa karena mutu gabah buruk atau mesin giling tidak efisien).
  2. 55–60% → Sedang, standar nasional.
  3. 60% → Baik, terutama jika kualitas beras tinggi dan mesin penggilingan modern.
Menjelang Panen

Dengan rendemen 62,5%, berarti gabah yang digunakan cukup berkualitas (kadar air ideal, varietas unggul, minim kotoran) dan dikelola dengan teknik pascapanen dan penggilingan yang efisien. Namun, selain kuantitas, kualitas beras (utuh/tidak pecah, warna, aroma) juga penting. Kadang beras pecah bisa banyak kalau mesin kurang bagus meskipun rendemennya tinggi.

Rendemen adalah persentase hasil bersih yang diperoleh dari proses pengolahan bahan mentahm dalam konteks pertanian, biasanya digunakan untuk menghitung seberapa banyak beras yang dihasilkan dari gabah setelah digiling.

Dalam konteks padi:
Rendemen = (Berat beras yang dihasilkan ÷ Berat gabah kering giling) × 100%

Contoh:
Jika dari 40 kg gabah dihasilkan 25 kg beras:
Rendemen = (25 ÷ 40) × 100% = 62,5%

Sahabat NilaiKu Sukabumi

Jenis Rendemen:
Rendemen total – seluruh beras hasil penggilingan (beras utuh + beras pecah).
Rendemen kepala – hanya beras utuh tanpa yang pecah (biasanya bernilai ekonomi lebih tinggi). Semakin tinggi rendemen (terutama rendemen kepala), artinya gabah berkualitas baik, proses penggilingan efisien dan kerugian pascapanen rendah.

Saran: Rendemen tinggi belum tentu berarti kualitas berasnya bagus. Jadi selain fokus pada angka, kita juga harus jeli melihat mutu hasil akhirnya.Berikut beberapa saran praktis untuk meningkatkan rendemen sekaligus kualitas beras (utuh, putih bersih, wangi):

  1. Gunakan Gabah Kering Giling (GKG) dengan Kadar Air Ideal
    Kadar air optimal: 13–14%
    Gabah terlalu basah → banyak beras pecah saat digiling
    Gabah terlalu kering → keras, mudah hancur saat disosoh
  2. Pilih Varietas Padi dengan Rendemen Tinggi & Tahan Pecah
    Contoh: varietas Inpari 32, Ciherang, atau Inpari IR Nutri Zinc
    Beberapa varietas memang secara genetik lebih tahan pecah
  3. Gunakan Mesin Giling yang Modern & Terawat
    Mesin usang atau tidak dikalibrasi bisa merusak bulir beras.Idealnya pakai Rice Milling Unit (RMU) yang lengkap: pemisah sekam, pemoles, penyosoh dan hindari penggilingan yang memakai tekanan terlalu tinggi
  4. Sortasi dan Pembersihan Gabah Sebelum Giling. Buang kotoran, gabah hampa, kerikil. Gabah kotor bikin hasil beras kusam & mudah patah
  5. Jangan Langsung Giling Setelah Panen. Istirahatkan dulu selama 3–5 hari setelah pengeringan. Hal ini membantu stabilkan kelembaban dalam butir gabah → lebih stabil saat digiling

Dan jangan lupa untuk mengevaluasi hasil gilingan secara rutin dengan melakukan penilaian hasil beras, yakni berapa % beras utuh? Berapa % beras pecah & Perhatikan Warna & aroma. Semoga bermanfaat! Pakai Terus NilaiKu! Download di Playstore!

Sistem Jarwo pada Tanaman Padi Terbukti Menaikan Hasil

NiliaKu.id – Sistem tanam Jajar Legowo (Jarwo) merupakan metode inovatif dalam budidaya padi yang dikembangkan di Indomesia untuk meningkatkan hasil panen, efisiensi penggunaan lahan, dan keberlanjutan pertanian.

Sistem ini mengatur pola tanam dengan menyisakan barisan kosong di antara beberapa barisan tanaman, sehingga tanaman mendapatkan lebih banyak cahaya matahari dan sirkulasi udara yang baik. Ciri khas dari sistem ini adalah penggunaan bibit muda, penanaman satu hingga dua bibit per lubang, dan pengaturan jarak tanam yang teratur.

Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti luas dan ”dowo”  berarti memanjang.

Penerapan sistem Jarwo telah terbukti meningkatkan produktivitas padi hingga 20–30 persen dan menghemat penggunaan benih. “Populasi tanaman meningkat, menambah jumlah populasi tanaman padi 20%-30% dan mempermudah pemeliharaan. Selain itu bisa menghemat pupuk dan air,” ungkap Warsito Sejati dalam percakapan di WhatsApp Grup Sahabat NilaiKu, salah satu petani di Kabupaten Garut yang juga menerapkan cara bertanam padi dengan sistem Jarwo.

Beberapa daerah di Indonesia yang telah sukses menerapkan sistem ini antara lain Banyumas di Jawa Tengah, Bireuen di Aceh, Tana Tidung di Kalimantan Utara, Ngawi di Jawa Timur, serta Sleman di Yogyakarta. Penerapan ini sering didukung oleh penyuluhan, pelatihan, dan bantuan dari dinas pertanian.

Jarwo siap panen

Meskipun memiliki banyak keunggulan, penerapan Jarwo masih menghadapi kendala seperti keterbatasan akses informasi dan kebiasaan tanam tradisional yang sulit diubah. Namun, dengan edukasi yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, sistem Jarwo dapat menjadi solusi efektif dalam meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani Indonesia.

Namun demikian sistem tanam Jajar Legowo (Jarwo) terbukti mampu meningkatkan hasil panen padi, menghemat biaya produksi, dan menciptakan praktik pertanian yang lebih berkelanjutan, salah satunya di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Kelompok Tani “Ngudi Lancar” di Desa Singasari telah menerapkan Jarwo dengan hasil yang menjanjikan. Setelah penyuluhan, terjadi peningkatan pengetahuan petani sebesar 11,3% dan sikap positif terhadap inovasi pertanian meningkat 14%.


Kenalan dengan Champion Cabai Nasional di Indonesia

NilaiKu.id- Obrolan pagi ini di Grup WhatsApp Sahabat NilaiKu adalah tentang Cabai dan Champion Cabai Nasional di Indonesia. Champion Cabai Nasional merupakan program inisiatif dari Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan cabai di pasar domestik.​

Petani yang tergabung dalam program ini dikenal sebagai “petani champion” adalah petani penggerak yang menjadi mitra pemerintah dalam mendukung stabilisasi pasokan dan harga cabai. Mereka juga bertugas untuk menggerakkan petani lain di wilayahnya, mengatur pola tanam, dan menjaga ketersediaan stok cabai di daerah yang tengah mengalami defisit produksi

Green House Milik Chanpion Cabe Nasional.

Sebagai contoh, pada periode 22 Juli hingga 16 Agustus 2024, pemerintah bersama petani champion melaksanakan aksi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Cabai. Dalam aksi ini, petani champion memasok sekitar 200 kg cabai rawit merah dan 200 kg cabai merah keriting per hari untuk dijual dengan harga yang lebih rendah Rp 5.000/kg dari harga di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) Jakarta.

Wilayah-wilayah sentra produksi petani champion cabai tersebar di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Magelang, Sleman, Temanggung, Banjarnegara, Cianjur, Sumedang, Bandung, Lombok Timur, Garut, Kebumen, Semarang, Kulonprogo, Sukabumi, Malang, Enrekang, Solok, Banyuwangi, dan Solok. Dengan adanya program ini, diharapkan stabilitas pasokan dan harga cabai dapat terkendali dan membantu menekan inflasi pangan di Indonesia.​

​Di Lombok Timur, program Champion Cabai sukses menstabilkan harga cabai dan memastikan ketersediaan pasokan pangan. Petani seperti Haji Subhan dari Kelompok Tani UD. Ganang Putra memainkan peran penting dalam program ini. Mereka tidak hanya memproduksi cabai, tetapi juga mengatur pola tanam dan distribusi untuk menjaga kestabilan harga di pasar. Haji Subhan bahkan menerima penghargaan dari Kementerian Pertanian atas dedikasinya dalam sektor pertanian.

“Assalamualaikum, selamat pagi. Ijin di sini dulu,” kata Mahani, produsen Abon cabe Tetutetu di Lendangnangka. Ia membagikan sebuah foto dirinya tengah berkunjung ke lokasi Green House tanaman cabe milik Haji Subhan. “Areanya sangat luas!,” ungkap dia.

Selain itu, Pondok Pesantren Thohir Yasin di Lendang Nangke juga terlibat dalam pengembangan komoditas cabai melalui program INFRATANI yang dibina oleh Bank Indonesia NTB. Mereka menggunakan metode pertanian ramah lingkungan seperti pemanfaatan limbah organik untuk meningkatkan hasil panen cabai.

Pemerintah Kabupaten Lombok Timur secara aktif mendukung program ini dengan menggelar operasi pasar murah bersama Champion Cabai untuk menurunkan harga cabai yang sempat melonjak hingga Rp100.000 per kilogram pada awal 2025. Melalui operasi pasar, harga cabai dapat ditekan menjadi sekitar Rp56.000 per kilogram, memberikan dampak positif bagi masyarakat.

“Harga cabai di London ingris £9 per kilo = IDR 22.000 x 9 = IDR 198.000/ kg. Jauh berbeda karena transportasi jauh dan mahal. Lebih baik di pengolahan ke Abon Cabe Ebi Kentang dulu seperti Tetu Tetu. Di bungkus dan kirim langsung dipaket pos ke keluarga ingris. Nilaiku ada fasilitas dua bahasa sehingga langsung bisa Promo online di inggris!,” Kata Richard Beresford, founder MicroAid yang ikut terlibat obrolan di WhatsApp Grup Sahabat NilaiKu, Kemudian ia pun tak luput membagikan info bagaimana caranya mengekspor hasil tani ke luar negeri. Anda ingin ikuti obrolan bermanfaat lainnya? Klik untuk gabung di WAG Sahabat NilaiKu! Dan unduh NilaiKu, sekarang!

Unduh NilaiKu! Jangan Penasaran

Ketika Jadi Petani di Jepang Lebih Menguntungkan Dibanding di Negeri Sendiri

NilaiKu.id- Lina Rokayah, seorang perempuan petani asal Jawa Barat, kini tinggal di Jepang dan tetap menjalani profesinya sebagai petani setelah lebih dari 20 tahun. Lewat unggahan reels di Facebook, ia membagikan pengalamannya menjalani hidup di negeri asing yang justru lebih memihak petani dibanding tanah kelahirannya sendiri. Cerita Teh Lina bukan hanya kisah personal, tapi juga potret kontras antara dua negara dalam memperlakukan mereka yang memberi makan rakyat: para petani.

“Ini yang dirasakan Teh Lina bertani di Jepang selama 20 tahun lebih, sistem dan dukungan dari pemerintah yang membuat pertanian di Jepang lebih maju. Ada insentif dan subsidi dari pemerintah, kalau kita mau beli alat-lat yang mahal-mahal seperti traktor, kita bisa dapatkan pinjaman lunak, meski tak gratis, tapi beban petani itu berkurang dengan itu,” kata Teh Lina dalam unggahan video yang ia bagikan.

ilustrasi: Kompas.com

Di Jepang, menjadi petani adalah profesi yang terhormat. Pemerintah hadir nyata lewat kebijakan yang melindungi dan memberdayakan. Harga hasil panen stabil, koperasi bekerja profesional, teknologi pertanian membantu efisiensi kerja, dan status sosial petani dihargai. Bahkan generasi muda Jepang tidak segan meneruskan profesi ini karena jelas ada masa depan.

“Penyediaan pupuk yang lancar distribusinya, dan di Jepang harga-harga hasil pertanian itu stabil bahkan cenderung menaik karena adanya sistem koperasi yang pro petani, artinya melindungi kesejahteraan petani,” ungkap Lina.

Berbeda jauh dengan Indonesia. Di negeri yang katanya agraris ini, petani masih bertarung sendiri. Harga hasil tani fluktuatif, koperasi lemah, teknologi tak merata, dan kebijakan kerap tidak berpihak. Banyak petani justru hidup dalam lingkaran kemiskinan, tak sedikit yang berharap anak-anak mereka tidak meneruskan profesi ini karena dianggap tidak menjanjikan.

Perbedaan yang sangat mencolok, bukan karena petani Indonesia kurang cerdas atau kurang kerja keras, tetapi karena sistem dan ekosistem pertanian yang belum memberi tempat dan perlindungan layak bagi para petani kita.

Petani di Indonesia

“Sebetulnya, Indonesia memiliki tanah subur, iklim yang bersahabat, dan petani yang gigih. Yang belum dimiliki adalah keberpihakan yang nyata dalam bentuk kebijakan dan sistem yang berpihak kepada mereka, lihat saja fakta di lapangan banyak yang kesulitan dapat pupuk, harga jual yang anjlok bikin petani buang-buang dan hancurkan hasil taninya karena ongkos tak sepadan,” kata seorang Sahabat NilaiKu di Tasikmalaya yang enggan disebut namanya.

Kisah Teh Lina seharusnya bisa terjadi di negeri sendiri, bukan hanya di luar negeri. Ia menjadi pengingat bahwa keadilan sosial dan kesejahteraan bukan hanya untuk mereka yang bersuara di kota, tapi juga untuk mereka yang setiap hari menanam harapan di ladang dan sawah.

Aung San Suu Kyi, pejuang demokrasi asal Myanmar, mengatakan bahwa “The only real prison is fear, and the only real freedom is freedom from fear.” Kebebasan sejati bagi petani bukan hanya lepas dari rasa takut gagal panen, tapi juga lepas dari ketidakpastian harga, akses, dan perlindungan. Semoga Indonesia segera bangun dari tidur panjangnya, dan menyadari bahwa kedaulatan pangan tidak akan pernah tercapai tanpa memuliakan mereka yang menanamnya.

Kalau disandingkan, sistem pertanian Jepang dan Indonesia memang jomplang. Bukan karena petani Indonesia kurang cerdas atau malas, tapi karena sistem dan ekosistemnya belum berpihak pada mereka. Jepang berhasil menciptakan sistem yang menempatkan petani sebagai bagian penting dari ketahanan nasional. Sementara di Indonesia, petani masih menjadi korban sistem yang timpang, mulai dari pupuk yang mahal, harga yang tidak stabil, hingga akses pasar yang dikuasai tengkulak.