Dalam Sebuah Bisnis Butuh Kolaborasi

NilaiKu.id – Saat ini, bisnis kopi sedang mengalami era dinamis dalam proses transformasi bisnis dan budaya. Selain perubahan menyongsong fase digitalisasi yang tidak bisa dielakkan dan mau tak mau harus diikuti, juga diperlukan perubahan perilaku dan bisnis proses, kerjasama dan kolaborasi dari berbagai elemen di masyarakat, tak terkecuali para investor baik perorangan, lembaga atau pemerintah.

Bagi pegiat kopi Tasikmalaya yang  sehari-hari melakukan kegiatan roastery di Enggal Ngopi, Jalan Letjen Ibrahiem Adjie 14 Indihiang Kota Tasikmalaya ini, kehadiran pihak ketiga yang bersedia berkolaborasi, bekerjasama serta berinvestasi adalah upaya yang tepat untuk membangun petani kopi,  Masyarakat  Desa Hutan, prosesor kopi hingga ke penyeduh kopi di bagian bar sekalipun.

Kopi, baginya adalah ikhtiar dalam menata ekonomi masyarakat dari hulu ke hilir melalui sebuah skema yang ia beri nama Tenjobumi Kopi, harapannya Tenjobumi Kopi menjadi sentra Kopi di wilayah Priangan Timur, khususnya di Kabupaten Tasikmalaya. Tak hanya dari segi proses pasca panen hingga siap dikonsumsi di atas meja, namun segala hal yang berkaitan dengan kopi mulai dari menggrap lahan, petani, edukasi, agrobisnis dan agrowisata termasuk eduwisata.

“Ceritanya, suatu saat saya diminta orang untuk Perhutani menjalankan sebuah skema bisnis di mana saya berperan menjadi offtaker, diminta bersedia mengelola kopi dari seluruh LMDH yang ada di Tasikmalaya ini, awalnya gitu,” kata Mamet Nugraha, pegiat Kopi Tasikmalaya.

”Lalu saya tawarkan, kenapa nggak Tenjobumi Kopi saja, kata saya waktu itu,” lanjut Mamet ihwal Tenjobumi Kopi yang menurut ceritanya sedikit banyak telah melakukan pengembangan usaha kopi  dan pemberdayaan bagi sejumlah petani kopi Kabupaten Tasikmalaya. Ia pun tak segan menyediakan beberapa jenis kebutuhan petani kopi seperti green house, huller dan non benda seperti  edukasi kopi dan program pendampingan kepada petani.

“Nah, kata orang Perhutani, Sekarang mah nggak perlu ke kebun lagi kalau mau nyari kopi Tasik, cukup datang ke Mamet, Enggal Ngopi, begitu,” kata dia.

Menurut  Mamet, petani tak hanya cukup diberikan informasi dan contoh saja, jika perlu pihak-pihak terkait harus menunjukannya dengan melakukan kegiatan serupa yakni bertani (berkebun kopi), sehingga kegiatan yang sama bisa menjadi sebuah patokan (misalnya bagi Perhutani).

“Keuntungannya, Perhutani bisa tahu dari satu hektar lahan itu berapa banyak kopi yang dihasilkan, kan mereka butuh data untuk sharing profit itu yang nilainya bisa sampai sepuluh persen?” kata dia.

Mamet mengambarkan dengan adanya Tenjobumi Kopi, mungkin akan lebih baik bila para petani yang berkolaborasi dengan Perhutani cukup dimintai (sharing profit) hasil panen berupa kopi, bukan uang karena tidak semua petani bisa melakukan itu.

“Iya jika mereka berhasil menjadikannya uang, berhasil memproses kopi dengan baik, kalo ngga bisa, gimana?” kata lelaki tambun keturunan Aceh ini.

Untuk menata hal tadi, Mamet menegaskan bahwa dirinya tidak bisa berjalan sendirian, mutlak diperlukan adanya kerjasama dan kebersamaan dengan berbagai pihak dengan analogi; kopi saja pun butuh empat elemen dasar yakni petani, prosesor, roaster dan barista.

“Tadinya, bulan ini (Desember) mau diadain pertemuan 25 LMDH kopi yang ada di bawah naungan Perhutani Tasikmalaya. Cuman nggak keburu karena ini akhir tahun, mereka harus buat laporan dan lain-lain,” ujarnya. “Jadi mungkin akan bergeser ke awal tahun nanti, tapi saya berharap sebelum (bulan) puasa kami bisa menggaet calon investor walaupun nilainya nggak harus seratus persen,” imbuhnya.

“Kita mau bicarakan apa sih kesulitannya? Apa solusinya? Dan kita akan bicarakan kerjasama tiga lembaga ini, LMDH, Perhutani dan Tenjobumi Kopi (akan segera dilembagakan)”  tutur pria yang juga menceritakan dirinya adalah mantan penyiar radio ini.

Mimpi Besar Tenjobumi Kopi

Tenjo dalam bahasa Sunda artinya lihat atau melihat, Bumi berati rumah, berarti juga sebutan untuk semesta ini. Bila diterjemahkan secara bebas, Tenjobumi Kopi bisa saja memiliki makna filosopis yang lebih dalam lagi dari sekedar “Lihat Rumah Kopi”.

Secara umum, rumah adalah tempat tinggal yang biasanya dibuat sebagus mungkin sesuai dengan kemampuan yang menghendakinya, rumah juga akan menjadi istana bagi penghuninya walau bagaimanapun wujudnya dalah tempat kembali yang paling nyaman, bukan juga sekedar tempat tinggal, bahkan, barangkali untuk sebagian orang adalah alat untuk menunjukkan starata sosial atau kapasitas mereka secara finansial.

Soal mimpi besar yang Mamet kejar, ia pun berujar, untuk menghasilkan kopi yang bagus dan berkualitas, maka perlu adanya edukasi dan pendampingan terus menerus kepada para petani dalam berbagai asfek, sehingga skema bisnis yang dijalankan perputaran roda ekonominya bisa berjalan dengan baik.

“Jadi tempat ini tuh (Tenjobumi Kopi) akan jadi agribisnis, agriwisata, agriedu kali ya! Kalau bisa mimpi besarnya adalah Tenjobumi ini akan jadi Cofee Lab-nya Tasikmalaya, lembaga pelatihan kejuruan yang bisa mengeluarkan sertifikat, kalau perlu internasional dan itu sangat memungkinakan untuk saat ini.” Terang pria lulusan Itenas & Uninus ini.

Mimpi itu cukup beralasan, ketika kita bisa melihat sinergitas dibangun secara harmonis antara Perhutani dengan LMDH di berbagai wilayah kerjanya, di mana LMDH yang merupakan wadah dari masyarakat sekitar hutan hendaknya mampu menjadi jembatan yang baik untuk mewujudkan tujuan bersama, seperti Hutan yang Aman dan Lestari dengan pemanfaatan sesuai fungsinya bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. (Lihat Sumber: Kompasiana)

Kolaborasi, kerjasama, pandai memanfaatkan peluang dan mengikuti kemajuan jaman adalah beberapa hal yang menjadi kunci dalam pengembangan usaha di masa kini. Mari bergabung dengan ribuan petani dan pelaku usaha mikro kecil lainnya di aplikasi NilaiKu! Temukan di Google PlayStore sekarang!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *