NilaiKu.id – Saat ini, Porang merupakan salah satu komoditi yang sedang dikembangkan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, pemerintah setempat tengah konsentrasi meningkatkan olahan tanaman porang ini untuk dijadikan salah satu industri prioritas dalam menghasilkan nilai tambah, selain berbagai olahan porang, diantaranya adalah mie shirataki yang nilai ekonominya sangat tinggi.
“Mirip dengan bihun atau soun, mie shirataki dipercaya bisa membantu menurunkan berat badan. Ini karena kandungan dalam mie tersebut yang dibilang lebih baik jika dibandingkan dengan jenis mie lainnya, terlebih mie instan.”
Halodoc
Sahabat NilaiKu di Lombok Timur, yakni Suhartini dan rekan-rekannya baru saja mendapatkan mengikuti kegiatan Pelatihan Tehnik Produksi dan Olahan Porang. Tentu saja, hal ini menjadi sebuah kesempatan emas agar tehnik pengolahan porang bisa dikuasai dengan baik, berhubung tanaman ini terbilang populer sejak beberapa tahun ini.
Tanaman porang menghasilkan umbi porang yang memiliki banyak manfaat terutama untuk industri dan kesehatan, hal ini terutama karena kandungan zat Glukomanan yang ada di dalamnya. Zat Glukomanan ini bermanfaat sebagai zat pengawet alami.
Selain itu, manfaat lainnya umbi porang dijadikan sebagai bahan baku industri kertas, sebagai pengikat dalam pembuatan tablet, sebagai media pertumbuhan mikroba dan masih banyak penggunaan lainnya hingga ke industri makanan.
Guna mendapatkan tepung glukomanan, umbi porang terlebih dahulu diproses melalui beberapa proses sehingga didapatkan tepung yang mengandung glukomanan.
Proses tersebut dimulai dari umbi segar hasil panen, pencucian, pengirisan, pengeringan, penggilingan, ekstraksi kimia dan ekstraksi kimia sehingga diperoleh tepung glukomanan. Dalam masyarakat kita pengetahuan mengenai glukomanan yang terkandung dalam umbi porang masih terbatas, maka dengan adanya berbagai pelatihan seperti yang dilaksanakan di Lombok Timur tersebut akan sangat membantu masyarakat dalam mengolah porang.
Porang
Porang atau Amorphophallus oncophyllus Prain, merupakan tanaman yang biasanya diusahakan sebagai tanaman sekunder yang ditanam secara tumpangsari di bawah tegakan hutan produksi.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir prospeknya dianggap menjanjikan dan menjadikan tanaman ini banyak dikenal dan mulai dikembangkan melalui penanaman secara intensif.
Dalam sebuah jurnal penelitan yang bersumber dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (2015, berjudul Tanaman Porang: Pengenalan, Budidaya, dan Pemanfaatannya. Puslitbangtan. Bogor. ISBN: 978-979-1159-64-7. Dikatakan bahwa tanaman porang menghendaki beberapa persyaratan tumbuh agar dapat berkembang dengan optimal.
- Tanaman ini tumbuh baik di ketinggian tempat 100-600 m dpl,
- suhu 25-35 °C
- Curah hujan 1.000-1.500 mm/tahun.
- Tanah dengan aerasi udara baik dengan tekstur tanah ringan hingga sedang, gembur, subur, dan
- Kandungan bahan organik cukup tinggi sangat mendukung pertumbuhan tanaman.
Meskipun porang cukup toleran terhadap genangan, namun kondisi genangan yang lama akan mengakibatkan tanaman mati karena membusuk.
Dan bagaimanakah tahapan budidaya tanaman porang? Berikut tahapannya:
Persiapan lahan
Porang menghendaki tanah yang gembur dan subur dengan lokasi tumbuh dibawah naungan dengan intensitas cahaya matahari 60-70%. Lahan yang akan ditanami porang dibersihkan dari gulma dan dibuat guludan selebar 50 cm dan tinggi 25 cm dengan jarak antar guludan selebar 50 cm. Tahapan selanjutnya yaitu pembuatan lubang tanam yang akan diisi benih. Benih tanaman porang dapat berupa biji, umbi katak/bulbil, dan umbi batang yang telah dibahas pada Tanaman Porang Seri Perbenihan sebelumnya.
Penanaman
Porang sangat baik ditanam ketika musim hujan yaitu sekitar bulan November-Desember. Benih tanaman yang sehat dimasukan ke dalam lubang tanam satu per satu dengan bakal tunas menghadap keatas. Jarak tanam yang digunakan ditentukan berdasarkan lama penanaman sesuai umur panen yang dikehendaki. Apabila tanaman porang dikehendaki untuk dipanen umur 8 bulan pertama maka jarak tanam yang digunakan 30 cm x 30 cm.
Sedangkan apabila tanaman dipanen pada periode panen tahun ke-dua maka digunakan jarak tanam 45 cm x 45 cm, dan 60 cm x 60 cm untuk tanaman yang akan dipanen pada periode panen tahun ke-tiga. Kedalaman tanam yang digunakan juga ditentukan berdasarkan jenis dan ukuran benih yang digunakan yaitu 5 cm untuk benih berupa umbi katak (bulbil), 10 cm untuk benih berupa umbi kecil (200 gr), dan 15 cm untuk benih umbi yang lebih besar.
Pemupukan
Agar mendapatkan hasil yang optimal, tanaman porang perlu diberi pupuk kandang dengan dosis 5 ton per hektar. Pemupukan juga dapat dilakukan menggunakan pupuk anorganik N:P2O5:K2O sebanyak dua kali dengan dosis pemupukan pertama pada 45 hari setelah tanam sejumlah 40:40:80 kg/ha atau 40:60:45 kg/ha, dan pemupukan kedua sejumlah 40:50:50 kg/ha pada satu bulan setelahnya bersamaan dengan pengendalian gulma.
Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan pada awal pertumbuhan tanaman dan secara manual sembari melakukan penggemburan tanah di sekitar tanaman pada umur 30, 60, 90 hari setelah tanam. Pada skala usahatani lebih luas, penyiangan juga dapat dilakukan dengan penyemprotan herbisida.
Pengelolaan air
Walaupun umumnya tanaman porang diusahakan di lahan kering, namun diperlukan tanah dengan kelembaban yang cukup terutama pada masa awal pertumbuhan tanaman untuk menghasilkan umbi yang optimal.
Tanaman porang masih dapat mentolerir kecaman kekurangan air selama 30-60 hari, namun periode kecaman lebih lama akan mengurangi hasil produksi umbi sehingga konservasi kelembaban yang dapat dilakukan adalah dengan cara pemberian mulsa, dan pengairan secara teratur.
Pemanenan
Tanaman porang siap panen dicirikan dengan daunnya yang telah kering dan jatuh ke tanah. Porang dapat dipanen setelah 1-3 tahun setelah tanam, namun untuk hasil maksimal tanaman porang dapat dipanen untuk pertama kali setelah umur tanaman mencapai 3 tahun.
Setelah itu, tanaman dapat dipanen setahun sekali tanpa harus menanam kembali umbinya. Umbi yang dipanen adalah umbi dengan ukuran besar lebih dari 2 kg/umbi, sedangkan umbi yang masih kecil ditinggalkan untuk dipanen pada tahun berikutnya. Untuk menghindari luka pada umbi saat pemanenan, maka dapat dilakukan dengan cara menggali tanah disekitar tanaman untuk mengambil umbi.
Penyimpanan
Umbi porang yang sudah dipanen perlu dibersihkan terlebih dahulu sebelum disimpan. Umbi dapat disimpan selama berbulan-bulan pada ruangan berventilasi baik dengan suhu dingin (sekitar 10°C). sedangkan pada suhu ruang (sekitar 27°C) maka akan terjadi kehilangan berat sekitar 25% pada bulan pertama penyimpanan.
Apabila umbi akan diproses menjadi produk maka sebaiknya penyimpanan dilakukan dalam bentuk chip (irisan tipis) maupun tepung kering dikarenakan penyimpanan umbi dalam bentuk umbi segar dengan kadar air yang masih tinggi (70-80%) akan mengakibatkan umbi rusak akibat aktivitas enzim.
Semoga bermanfaat!
(Tulisan ini dimuat sebelumnya di: BPTP Sumatera Badan Litbang Pertanian-Kementerian Pertanian Republik Indonesia)
Pingback:Benarkah Bertani Porang Menguntungkan? – NilaiKu