Nilaiku.id– Pernyataan itu terlontar begitu saja dari seorang petani senior di suatu pagi saat tim NilaiKu berada di sebuah pesawahan bercengkrama dengan para petani padi yang sedang memberikan perawatan terhadap tanamannya.
“Walaupun dari sekian banyak generasi muda adalah anak petani, belum tentu dalam keseharian mereka ikut terlibat dalam bidang pertanian Banyak yang memiliki pengalaman sama dengan saya.”
Menurutnya, seorang anak petani tak lagi berminat terjun di dunia pertanian seperti orangtuanya, bagi sebagian orang mungkin bisa dimengerti dikarenakan generasi muda tersebut melihat kenyataan bahwa orangtua atau keluarga mereka yang berprofesi sebagai petani dan buruh tani ternyata bekerja lebih keras untuk upah yang minim, akibatnya regenerasi di sektor pertanian Indonesia menjadi kurang.
Generasi muda lebih tertarik bekerja sebagai buruh migran, dengan harapan memperoleh pendapatan yang lebih layak. Pendidikan yang meningkat dan terbukanya kesempatan bekerja di luar sektor pertanian menjadikan generasi muda mencari pendapatan yang dianggap lebih layak.
Lalu, siapa yang akan menghasilkan pangan jika tidak ada yang bersedia lagi bekerja di sawah dan ladang atau berkebun? padahal hampir semua bahan pangan berasal dari sektor pertanian.
“Kita mungkin harus memanfaatkan teknologi dan merangsang minat generasi muda agar tertarik pada pertanian, menumbuhkan kecintaan terhadap desa juga lah,” begitu kata Asep Abdurrahman, pensiunan pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya.
Namun demikian, ternyata masih ada milenial yang tergerak untuk menekuni dunia tani, contohnya Sahabat NilaiKu Sukabumi, Ayi Ardi. Ia menekuni bisnis pembibitan manggis dengan sistem sambung pucuk atau tunas.
Ardi mengakui bahwa mengelola usaha bibit tanaman dibutuhkan waktu yang cukup lama,namun tidak mengurangi minat dan ketertarikannya di bidang pertanian. Hal ini merupakan salah satu potret adanya milenial yang masih peduli pertanian.
Dengan usaha pembibitan tanaman Ardi menganggap dirinya sedang berinvestasi jangka panjang. “Sambil nunggu tunasnya tumbuh, saya ada kesibukan di Bandung. Setelah nanti bibitnya jadi, saya tawarkan dulu ke teman-teman dekat yang minat bercocok tanam. Aplikasi NilaiKu-nya nanti saya gunakan untuk pemasaran,” terang Ayi Ardi, Warga Bungamelur, perbatasan Sukabumi-Cianjur Selatan.
“Manggis buat saya itu investasi, apalagi jika sudah musim berbuah, banyak manfaatnya lagi” sambung Ardi.
Di zaman teknologi digital Ardi memanfaatkan aplikasi sebagai sarana meluaskan jaringan dan mendapatkan alternative pemasaran, menurutnya bahwa setiap aplikasi pasti memberikan manfaat dan faedah yang menguntungkan penggunanya, tinggal bagaiman para pengguna memanfaatkan aplikasi itu sebaik mungkin, “Untuk saya sendiri yang penting informasinya sampai dulu ke masyarakat.” Pungkas dia.
Permintaan pangan akan terus naik seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, kemajuan ekonomi dan industri pengolahan makanan pun akan menyerap sangat banyak komoditas tani. Yuk! Menanam lebih banyak komoditas tani seperti petani NilaiKu. Salute untuk spirit bertaninya!