Tiongkok Ciptakan Padi Abadi: Revolusi Pertanian Masa Depan telah Dimulai

NilaiKu.id – Tiongkok atau China telah berhasil mengembangkan varietas padi abadi yang disebut PR23, yang menjadi tonggak penting dalam revolusi pertanian masa depan. Varietas ini merupakan hasil penelitian selama lebih dari dua dekade oleh para ilmuwan di Universitas Yunnan, Kunming. PR23 merupakan hasil persilangan antara padi semusim Oryza sativa dengan varietas padi liar menahun dari Afrika.

Di tengah tantangan krisis pangan global dan perubahan iklim, Tiongkok membawa harapan baru lewat terobosan revolusioner di dunia pertanian: padi abadi. Varietas baru ini, dikenal sebagai PR23, bukan hanya menjanjikan panen berkelanjutan, tetapi juga membuka jalan bagi sistem pertanian yang lebih hemat, ramah lingkungan, dan tangguh terhadap krisis.

ilustrasi: Varietas padi unggulan

Inovasi dari Laboratorium ke Lahan

Padi PR23 adalah hasil dari lebih dari 20 tahun penelitian oleh tim ilmuwan dari Universitas Yunnan, Kunming. Varietas ini merupakan hasil persilangan antara padi semusim (Oryza sativa) dengan padi liar menahun asal Afrika. Hasilnya? Sebuah tanaman yang hanya perlu ditanam sekali, namun bisa dipanen hingga delapan kali dalam empat tahun.

Keunggulan Padi PR23.

Panen Berulang Tanpa Tanam Ulang
PR23 mengubah cara bertani secara mendasar: petani tidak perlu menanam ulang setiap musim. Ini menghemat waktu, tenaga, dan sumber daya.

Produktivitas Tinggi. Dengan hasil sekitar 6,8 ton per hektar, PR23 menyamai produktivitas padi irigasi konvensional.

Hemat Biaya Produksi. Penggunaan padi abadi ini mampu mengurangi biaya tenaga kerja hingga 58% dan input pertanian hingga 49% dalam setiap siklus tumbuh kembali.

Rice “Inpari 23 Bantul” (A) and “Sigupai” (B)

Ramah Lingkungan.PR23 membantu memperbaiki kualitas tanah, mengurangi erosi, serta meningkatkan kadar karbon organik di dalam tanah, langkah signifikan menuju pertanian berkelanjutan.

Dampak Global yang Diharapkan. Lebih dari 44.000 petani di Tiongkok selatan telah mengadopsi PR23 di lahan seluas 15.000 hektar. Kini, varietas ini mulai diperkenalkan ke negara-negara di Asia Tenggara dan Afrika, sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan global.

Keberhasilan PR23 bukan sekadar inovasi teknis, tetapi juga simbol dari masa depan pertanian dunia; lebih efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Dalam menghadapi populasi yang terus bertambah dan lahan pertanian yang terbatas, padi abadi bisa menjadi jawaban yang telah lama ditunggu-tunggu, dan masa depan teknologi pertanian padi dimulai dari sini yang tercipta dari inovasi bagi ketahanan pangan global.

Dari 40 Kilogram Gabah jadi 25 Kilogram Beras Apakah Bagus?

NilaiKu.id – Bagi para petani, produktivitas padi biasanya dihitung dari banyaknya gabah yang dipanen. Namun, seberapa banyak beras yang dihasilkan dari gabah itu juga sangat penting, dan ini dikenal dengan istilah rendemen. Ada sebuah pertanyaan dari salah seorang petani di grup komunitas. Diketahui hasil 40 kg gabah menjadi 25 kg beras berarti rendemen (hasil bersih dari penggilingan gabah ke beras) sekitar: 25 kg / 40 kg = 62,5%

“Apakah ini produktivitas yang bagus?” Jawabannya: Ya, cukup bagus. Karena panduan umum rendemen penggilingan pad adah sebagai berikuti:

  1. < 55% → Rendah (bisa karena mutu gabah buruk atau mesin giling tidak efisien).
  2. 55–60% → Sedang, standar nasional.
  3. 60% → Baik, terutama jika kualitas beras tinggi dan mesin penggilingan modern.
Menjelang Panen

Dengan rendemen 62,5%, berarti gabah yang digunakan cukup berkualitas (kadar air ideal, varietas unggul, minim kotoran) dan dikelola dengan teknik pascapanen dan penggilingan yang efisien. Namun, selain kuantitas, kualitas beras (utuh/tidak pecah, warna, aroma) juga penting. Kadang beras pecah bisa banyak kalau mesin kurang bagus meskipun rendemennya tinggi.

Rendemen adalah persentase hasil bersih yang diperoleh dari proses pengolahan bahan mentahm dalam konteks pertanian, biasanya digunakan untuk menghitung seberapa banyak beras yang dihasilkan dari gabah setelah digiling.

Dalam konteks padi:
Rendemen = (Berat beras yang dihasilkan ÷ Berat gabah kering giling) × 100%

Contoh:
Jika dari 40 kg gabah dihasilkan 25 kg beras:
Rendemen = (25 ÷ 40) × 100% = 62,5%

Sahabat NilaiKu Sukabumi

Jenis Rendemen:
Rendemen total – seluruh beras hasil penggilingan (beras utuh + beras pecah).
Rendemen kepala – hanya beras utuh tanpa yang pecah (biasanya bernilai ekonomi lebih tinggi). Semakin tinggi rendemen (terutama rendemen kepala), artinya gabah berkualitas baik, proses penggilingan efisien dan kerugian pascapanen rendah.

Saran: Rendemen tinggi belum tentu berarti kualitas berasnya bagus. Jadi selain fokus pada angka, kita juga harus jeli melihat mutu hasil akhirnya.Berikut beberapa saran praktis untuk meningkatkan rendemen sekaligus kualitas beras (utuh, putih bersih, wangi):

  1. Gunakan Gabah Kering Giling (GKG) dengan Kadar Air Ideal
    Kadar air optimal: 13–14%
    Gabah terlalu basah → banyak beras pecah saat digiling
    Gabah terlalu kering → keras, mudah hancur saat disosoh
  2. Pilih Varietas Padi dengan Rendemen Tinggi & Tahan Pecah
    Contoh: varietas Inpari 32, Ciherang, atau Inpari IR Nutri Zinc
    Beberapa varietas memang secara genetik lebih tahan pecah
  3. Gunakan Mesin Giling yang Modern & Terawat
    Mesin usang atau tidak dikalibrasi bisa merusak bulir beras.Idealnya pakai Rice Milling Unit (RMU) yang lengkap: pemisah sekam, pemoles, penyosoh dan hindari penggilingan yang memakai tekanan terlalu tinggi
  4. Sortasi dan Pembersihan Gabah Sebelum Giling. Buang kotoran, gabah hampa, kerikil. Gabah kotor bikin hasil beras kusam & mudah patah
  5. Jangan Langsung Giling Setelah Panen. Istirahatkan dulu selama 3–5 hari setelah pengeringan. Hal ini membantu stabilkan kelembaban dalam butir gabah → lebih stabil saat digiling

Dan jangan lupa untuk mengevaluasi hasil gilingan secara rutin dengan melakukan penilaian hasil beras, yakni berapa % beras utuh? Berapa % beras pecah & Perhatikan Warna & aroma. Semoga bermanfaat! Pakai Terus NilaiKu! Download di Playstore!

Sistem Jarwo pada Tanaman Padi Terbukti Menaikan Hasil

NiliaKu.id – Sistem tanam Jajar Legowo (Jarwo) merupakan metode inovatif dalam budidaya padi yang dikembangkan di Indomesia untuk meningkatkan hasil panen, efisiensi penggunaan lahan, dan keberlanjutan pertanian.

Sistem ini mengatur pola tanam dengan menyisakan barisan kosong di antara beberapa barisan tanaman, sehingga tanaman mendapatkan lebih banyak cahaya matahari dan sirkulasi udara yang baik. Ciri khas dari sistem ini adalah penggunaan bibit muda, penanaman satu hingga dua bibit per lubang, dan pengaturan jarak tanam yang teratur.

Istilah Legowo di ambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti luas dan ”dowo”  berarti memanjang.

Penerapan sistem Jarwo telah terbukti meningkatkan produktivitas padi hingga 20–30 persen dan menghemat penggunaan benih. “Populasi tanaman meningkat, menambah jumlah populasi tanaman padi 20%-30% dan mempermudah pemeliharaan. Selain itu bisa menghemat pupuk dan air,” ungkap Warsito Sejati dalam percakapan di WhatsApp Grup Sahabat NilaiKu, salah satu petani di Kabupaten Garut yang juga menerapkan cara bertanam padi dengan sistem Jarwo.

Beberapa daerah di Indonesia yang telah sukses menerapkan sistem ini antara lain Banyumas di Jawa Tengah, Bireuen di Aceh, Tana Tidung di Kalimantan Utara, Ngawi di Jawa Timur, serta Sleman di Yogyakarta. Penerapan ini sering didukung oleh penyuluhan, pelatihan, dan bantuan dari dinas pertanian.

Jarwo siap panen

Meskipun memiliki banyak keunggulan, penerapan Jarwo masih menghadapi kendala seperti keterbatasan akses informasi dan kebiasaan tanam tradisional yang sulit diubah. Namun, dengan edukasi yang tepat dan dukungan dari berbagai pihak, sistem Jarwo dapat menjadi solusi efektif dalam meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani Indonesia.

Namun demikian sistem tanam Jajar Legowo (Jarwo) terbukti mampu meningkatkan hasil panen padi, menghemat biaya produksi, dan menciptakan praktik pertanian yang lebih berkelanjutan, salah satunya di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah Kelompok Tani “Ngudi Lancar” di Desa Singasari telah menerapkan Jarwo dengan hasil yang menjanjikan. Setelah penyuluhan, terjadi peningkatan pengetahuan petani sebesar 11,3% dan sikap positif terhadap inovasi pertanian meningkat 14%.